MEREKA YANG TIDAK MENGAMBIL MANFAAT
saya ingat
suatu ketika sebaris pesan masuk keponselku. Yang bacanya : “untuk syeikh, apa
hukumnya bunuh diri ?”
saya
menghubungi pengirim untuk menemui seorang remaja di seberang jalan.
Saya
katakan, “saya minta maaf, saya tidak mengerti pertanyaanmu. Dapatkah kamu mengulangi
pertanyaanmu ?”
Dia
mengatakan dengan tegas, “pertanyaanku cukup jelas. Apa hukumnya bunuh diri ?”
Saya
memutuskan untuk mengejutkannya dengan jawaban yang tidak disangka-sangka, kemudian
saya
katakan, “hal itu dianjurkan !”
Dia
berteriak, “Apa ?!”
Saya
katakan, “bagaimana kalau kita membicarakan jalan terbaik untuk kamu
melakukannya ?”
Remaja
tersebut terdiam.
Saya
katakan kepadanya, “OK. Kenapa kamu ingin melakukan bunuh diri ?”
Dia
berkata, “karena, saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Orang-orang tidak ada
yang mencintaiku. Kenyataannya, saya benar-benar gagal…”, dan selanjutnya dia
mulai menceritakan panjang lebar kepada saya tentang kegagalannya dalam
mengembangkan kecakapan diri dan ketidakberhasilannya dalam memanfaatkan
potensinya.
Inilah
permasalahan yang dihadapi oleh kebanyakan orang.
Mengapa setiap kita memandang diri kita begitu rendah ?
Mengapa
kita layangkan pandangan kita kepada orang-orang yang berdiri dipuncak gunung,
sementara kita memandang diri kita sendiri tidak mampu mencapai puncak seperti
mereka, atau memanjat sejajar dengan mereka ?
Barangsiapa
yang takut mendaki gunung Hiduplah
dia di lembah selamanya
Tahukah
anda siapa yang tidak mampu mengambil manfaat dari buku ini ? atau buku yang
lain yang serupa dengannya, dalam hal tersebut ?
Dialah
orang yang malang yang menyerah pada kesalahan dan menjadi puas dengan
kemampuannya yang terbatas, dan berkata,” ini adalah tabiatku. Aku sudah
terbiasa menggunakannya; saya tidak dapat merubah jalanku. Setiap orang tahu
bahwa siapa saya sebenarnya. Saya tidak akan pernah bisa berbicara seperti
Khalid, atau ceria seperti ahmad, atau ziyad yang disukai oleh orang banyak.
Hal itu mustahil.”
Suatu hari
aku duduk dengan seorang lanjut usia di sebuah majelis. Semua yang hadir adalah
orang-orang yang memiliki
keahlian dan kemampuan yang biasa-biasa saja. Orang tua tersebut sedang sibuk
berbicara dengan orang-orang yang berada disekitarnya. Dia tidak menonjol dari
kebanyakan orang dalam berbagai hal, kecuali dari umurnya yang telah lanjut.
Saya mulai membawakan suatu ceramah kuliah dan
selama ceramah saya mengutip fatwa-fatwa yang pernah disampaikan oleh syaikh
‘Allamah ‘Abd al-aziz ibn baz. Setelah saya selesai orang tua itu berkata
kepada saya dengan bangga, “syaikh ibn baz dan saya adalah teman baik. Kami
pernah belajar bersama di masjid kepada syaikh Muhammad bin Ibrahim kurang
lebih empat puluh tahun yang lalu.”
Saya mulai memandangi orang tua itu dan terlihat
diwajahnya rona kebahagiaan setelah memberikan informasi tersebut kepada saya.
Dia begitu gembira pernah berteman dengan seorang yang sukses didalam hidupnya.
Saya berkata pada diri sendiri,”pria yang
malang ! mengapa kamu tidak sesukses ibn baz ? kalau kau tahu jalan menuju kesuksesan,
mengapa kau tidak menempuhnya ? mengapa ketika ibn baz wafat, orang-orang
menangis untuknya diatas mimbar-mimbar, mihrab-mihrab, dan dikantor-kantor,
serta diberbagai negeri berduka atas kepergiannya; tetapi, ketika kematian
menjemputmu, mungkin, tak satupun orang akan meneteskan air mata, kecuali hanya
sekedar kebaikan dan kebiasaan saja!”
Mungkin masing-masing dari kita boleh
berkata,”kami mengenal si fulan dan pernah duduk dengan si fulan.” Tapi bukan
itu yang patut dibanggakan. Yang patut untuk dibanggakan adalah ketika kau bisa
mencapai puncak seperti mereka. Jadilah pemberani dan mulai dari sekarang
bulatkanlah tekad untuk menggunakan seluruh potensimu. Jadilah orang yang
sukses. Rubahlah kecemberutan di wajahmu dengan sebuah senyuman, tekanan batin
dengan kegembiraan, kekikiran dengan kedermawan, dan kemarahan dengan
kesabaran. Jadikan musibah sebagai kegembiraan dan keimanan sebagai senjata !
Nikmatilah hidupmu, hidup ini begitu singkat
dan tidak ada waktu lagi untuk bersedih.
Sebagaimana kamu melakukan hal itu, karena
alasan itulah saya menulis buku ini. Sehingga aku berjuang hingga akhir, dengan
izin Allah.
Kamu akan berjuang bersama kami jika… kamu
cukup berani mengambil keputusan dan gigih dalam mengembangkan potensi
keahlianmu, dan jika kamu hendak mengambil keuntungan dari kecakapan dan
potensimu.
bagus artikelnya kak, izin share ya kunjung balik ya kak,
BalasHapusazzahra tempat berbagi makalah dan soal geratis